KBR, Jakarta - Dua jam lewat dan semen yang menyelubungi kaki sembilan perempuan asal pegunungan Kendeng, Jawa Tengah mulai mengeras. Salah seorang tani bernama Sukinah menahan rasa sakit saat adonan semen mulai kering di dalam kotak kayu berukuran 100x40 centimeter. Tetapi ia anggap rasa sakit ini tak seberapa dengan sakit yang menanti saat pabrik semen berdiri. Itu sebab, ia bulatkan tekad untuk beraksi, sekali lagi, di hadapan kantor Presiden, Istana Negara, Selasa, 12 April 2016.
"Masa saya disuruh (oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo-red) membaca amdal. Saya saja tidak tahu apa itu amdal. Kita ini petani," ungkap Sukinah kepada KBR.
Perempuan lain, Deni Yuliati, Karsupi dan Rifambarwati mengaku tak takut jalani aksinya hari ini. Mereka menganggap ini sebagai resiko perjuangan untuk menyelamatkan mata air tersisa di dalam gunung kapur Kendeng. Menghancurkan pertanian dan ekosistem lingkungan. Berkata dalam bahasa Jawa Tengah, Rifambarwati menunggu Presiden Joko Widodo selama mungkin.
Tetapi dua jam lewat dan semen telah mengering. Mereka yang menunggu Presiden Jokowi, hanya disalami Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardhani. Setelah itu, para ibu putuskan tinggalkan kawasan Istana menggunakan mobil Kijang bercat hijau. Tubuh mereka digotong. Tinggalkan Istana dengan balok semen masih menggantung, membelenggu kaki.
Usai melakukan aksi hari ini, pendamping medis ibu tani, Alexandra Herlina menyatakan sembilan ibu dalam keadaan sehat. "Saya kagum ibu-ibu masih mampu mempertahankan kondisi fisik yang fit meski sedang mengalami tekanan batin," ungkap Alexandra.
Esok pagi, Rabu, 13 April 2016, sembilan ibu tani tangguh akan kembali ke depan Istana Presiden. Masih menuntut sama, dengan kaki dan semennya.
Editor: Damar Fery Ardiyan