KBR, Jakarta – Pementasan monolog Tan Malaka “Saya Rusa Berbulu Merah” dipastikan akan tetap berlangsung sore nanti pada pukul 16 WIB di Galeri IFI (Institut Francais Indonesia) Bandung.
Kepastian ini disampaikan penulis naskah monolog, Ahda Imran. Menurut Ahda, hingga kini tidak ada ancaman untuk menghentikan pertunjukan dari pihak mana pun. Dia juga yakin, pertunjukan bakal tetap berlangsung.
Ahda juga memastikan kehadiran Walikota Bandung Ridwan Kamil dalam pertunjukan nanti sore. Menurut dia, ini menunjukkan dukungan dari pejabat Negara supaya acara bisa tetap berlangsung.
“Tadi siang Ridwan Kamil telfon lagi, bahwa jam 4 sore akan tetap nonton. Saya menanyakan pengawalan. Dia bilang, aka nada ormas lain yang mengawal pertunjukan sampai malam,” kata Ahda kepada KBR (24/3/2016).
Monolog Tan Malaka "Saya Rusa Berbulu Merah" seharusnya dipentaskan sejak kemarin. Namun IFI memutuskan menunda jadwal pementasan sebab dua puluhan orang dari ormas FPI. PUI, dan Laskar Fisabilillah meminta pentas monolog itu dibatalkan karena dituding menyebarkan idiologi komunis.
Ahda menampik tudingan itu. "Yang dibicarakan tentu lebih ke human interest, bahwa ada tautan kepada ideologi ya tentu ya. ideologi perjuangan Tan Malaka. Tentang seseorang yang dengan keras kepala mempertahankan keyakinannya melakukan apapun untuk nasib bangsanya. Dia punya idealisme dia lebih besar kepada bangsanya ketimbang kepentingan partainya. Dia merawat itu meski dengan resiko diasingkan dan dibunuh. Itu ceritanya" tutur Ahda.
Ahda juga menyayangkan sikap kepolisian yang dinilai tidak sigap mengamankan acara saat kericuhan terjadi Rabu kemarin. Padahal, kata Ahda, pihak IFI sudah menyampaikan pemberitahuan kepada kepolisian terkait kegiatan tersebut.
Dia juga mengaku heran jika pihak kepolisian justru balik bertanya soal izin pementasan.
"Yang saya tahu sebagai seniman, dan seniman-seniman di Bandung, belum pernah berurusan dengan birokrasi perizinan. Selama menggunakan IFI, selama bertahun-tahun itu, baru kali ini dipertanyakan," ujarnya.
Sebelumnya beberapa kegiatan kebudayaan dan seni mendapat penolakan dan tekanan dari kelompok FPI dan aliran sejenis. Termasuk pelarangan kegiatan Belok Kiri Festival, yang rencananya digelar 27 Februari 2016 di Taman Ismail Marzuki. Acara yang dimaksudkan untuk melawan propaganda Orde Baru itu terpaksa digeser ke kantor LBH Jakarta, karena juga tidak mendapat perlindungan dan izin dari kepolisian.
Tan Malaka merupakan tokoh pejuang kemerdekaan
Indonesia di masa penjajahan Belanda. Selama 30 tahun ia melawan kolonialisme
Belanda. Ia kerap melanglang buana hingga bergabung dengan Komunis
Internasional (Komintern) di Moskwa, Uni Sovyet. Namun ia berselisih paham
karena tidak setuju dengan sikap Komintern yang menentang pan-Islamisme. Hingga
kemudian ia mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) pada 1927. Pada 1948 ia
juga mendirikan Partai Murba yang berseberangan dengan PKI.
Tan
Malaka juga menulis buku "Dari Penjara ke Penjara" pada 1948, untuk
mendobrak semangat perjuangan rakyat Indonesia. Buku ini kemudian ditahbiskan
oleh Majalah Tempo sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh atau
memberikan kontribusi terhadap gagasan kebangsaan.
Penulis
buku Tan Malaka, Harry A Poeze menyebutkan perjuangan Tan Malaka melawan
kolonialisme melintas batas bangsa dan benua. Ia dikenal sebagai penentang
diplomasi dengan Belanda jika merugikan Indonesia. Tan Malaka bahkan memperoleh
testamen dari Bung Karno untuk menggantikan apabila Bung Karno tidak dapat
menjalankan tugasnya.
Namun,
empat tahun usai Indonesia merdeka, pada 1949, ia ditembak. Presiden Soekarno
kemudian mengangkat Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional pada 1963.
Pada masa
Orde Baru, peran Tan Malaka yang dijuluki Bapak Republik itu dihapus dalam buku
sejarah. Bahkan namanya disebut terlibat pemberontakan.