KBR, Jakarta- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) meminta masyarakat tidak membesar-besarkan kasus pelaporan guru honorer ke polisi. Juru Bicara Kemenpan RB, Herman Suryatman mengklaim, laporan itu diajukan tanpa melihat status si terlapor. Laporan karena adanya dugaan unsur tindak pidana yang dilakukan terlapor.
Herman mengatakan, identitas terlapor yang belakangan diketahui berprofesi sebagai guru honorer diketahui setelah polisi menelusuri laporan itu. Sebab sejak awal kata dia, isi pesan singkat itu tidak menyebutkan identitas pengirimnya.
"Setelah laporan itu masuk kan di dalami oleh unit cyber crime kepolisian. Akhirnya teridentifikasi pemilik HP berlokasi di Jawa Tengah. Nah setelah dikembangkan lebih lanjut, barulah diketahui kalau ternyata yang mengirim pesan singkat itu berprofesi sebagai guru honorer," jelas Juru Bicara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Herman Suryatman kepada KBR, Rabu (09/03).
Herman melanjutkan, "Jadi baru ketahuan dia honorer setelah dia diamankan oleh polisi. Jadi Pak Menteri Yuddy tidak melaporkan tenaga honorer. Melainkan orang yang mengancam keselamatan jiwanya. Begitu konteksnya."
Ia menambahkan, pengirim pesan singkat, yang belakangan diketahui bernama Mashudi disebut telah mengirim pesan singkat sejak akhir tahun lalu hingga bulan Februari 2016. Menurut Herman, keputusan untuk melaporkan masalah ini ke kepolisian dilakukan setelah adanya ancaman untuk membunuh.
"Di bulan Februari, ada lagi SMS masuk. Isinya ancaman. (Kata-kata ancamannya seperti apa?) Tidak elok saya paparkan. Intinya SMS tersebut mengancam akan membunuh Pak Menteri Yuddy dan juga anggota keluarganya," tambahnya.
Sebelumnya, seorang guru honorer asal Brebes, Jawa Tengah, Mashudi ditangkap Polda Metro Jaya di rumahnya karena telah mengirimkan pesan singkat kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Menurut Juru Bicara Kementerian itu, Herman Suryatman, isi pesan itu berisi ancaman untuk membunuh Menteri Yuddy, dan pesan tersebut dikirim tanpa nama pengirim yang jelas.
Editor: Rony Sitanggang