KBR, Bondowoso - Dinas Kesehatan Bondowoso, Jawa Timur, mengaku tidak bisa optimal mengawasi peredaran makanan dan minuman yang mengandung zat berbahaya.
Kepala Dinas Kesehatan Muhammad Imron mengatakan, minimnya peralatan laboratorium menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh petugas dalam melakukan pemeriksaan.
Menurutnya, saat ini Dinas Kesehatan hanya bisa melakukan pemantauan kepada penjual atau pun industri yang berpotensi menggunakan zat berbahaya dalam makanan.
"Keterbatasan kita karena belum punya food assistment kid yang berfungsi untuk mengetahui apakah ada zat berbahaya di dalam makanan seperti pewarna atau pengawet makanan. Kalau laboratorium ada, hanya saja memang kita kekurangan alat,” kata Imron saat ditemui KBR, Senin (23/3).
Menurut Imron, pihaknya telah mengajukan bantuan pengadaan alat laboratorium kepada Pemerintah Daerah, namun hingga saat ini belum terlaksana. Padahal, berdasarkan hasil temuan Dinas Kesehatan bersama Dewan Pendidikan beberapa waktu lalu ditemukan banyak zat berbahaya seperti boraks dan rodhamin B yang terkandung dalam jajanan sekolah.
Untuk saat ini, kata Imron, Dinas Kesehatan lebih mengedepankan pendekatan kepada para pedagang yang berpotensi menggunakan zat berbahaya dengan pembinaan. Diharapkan, dengan rutinnya pembinaan bisa menggugah kesadaran masyarakat untuk menjual makanan yang sehat tanpa bahan berbahaya.
“Sampai saat ini hanya kami beri pembinaan dan sosialisasi, untuk ke jalur hukum rasanya belum akan ke sana, karena kita gunakan pendekatan persuasif dulu,” ujarnya.
Maraknya peredaran makanan yang mengandung bahan berbahaya di berbagai daerah juga membuat masyarakat resah. Salah seorang ibu rumah tangga, Tutik mengatakan, khawatir manakala makanan yang dibeli ternyata mengandung zat berbahaya. Tutik berharap, Pemerintah bisa lebih sering melakukan razia untuk mencegah makanan berbahaya beredar di Bondowoso.
“Ya agak takut, was-was juga kalau belanja, jangan-jangan seperti yang di berita itu, dikasih formalin atau boraks,” keluh Tutik.
Editor: Antonius Eko