KBR, Malang- TNI Angkatan Udara menurunkan tim identifikasi untuk menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat Super Tucano di Malang, Jawa Timur. Tim akan menyelidiki apakah pesawat jatuh akibat faktor kelalaian, kerusakan mesin atau faktor alam. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menjelaskan tim akan bekerja setelah bangkai pesawat diangkat.
Pesawat menghujam masuk ke tanah sedalam lima meter. Proses mengangkat bangkai pesawat membutuhkan alat pemotong logam, dan escavator untuk membongkar rumah. Setelah badan pesawat diangkat, tim bakal memeriksa setiap komponen untuk memastikan pennyebab kecelakaan pesawat.
"Dengan diangkat pesawat itu, tim identifikasi bisa melihat propeler, bagaimana engine dan FCU (Flight Control Unit). Sehingga bisa dirangkai keterkaitannya, ditemukan video recordernya. Kita bisa menentukan di mana masalah utamanya," ujar Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna.
Pesawat Super Tucano jatuh pada Rabu (10/2/2016) sekira pukul 10 pagi. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menjelaskan setelah perawatan pilot bersama juru mudi melakukan uji terbang. Pesawat terbang dari Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh Malang, Jawa Timur. Pesawat terbang pada ketinggian 25 ribu kaki dengan melakukan berbagai manuver aerobatik.
"Exercise ini adalah melaksanakan test flight setelah pemeliharaan 300 jam terbang. Setiap 50 jam itu ada tes, jadi dicek hidrolik olinya pada hari selasa. Rabu adalah test flight sesuai performance "
Pesawat jatuh menyebabkan empat korban tewas. Terdiri dari dua warga sipil, pilot dan juru mesin udara. Pesawat produksi pabrikan Embraer Defence and Security Brazil 2012. TNI Angkatan Udara memiliki 12 unit dari total 16 unit yang dipesan senilai Rp 1,3 triliun.
Pesawat produksi Brazil ini berfungsi untuk bantuan tempur udara memiliki kemampuan counter insurgency operation (COIN) dan close air support. Pesawat mengangkut senjata ringan yang berfungsi pesawat serang anti gerilya. Pesawat berwarna dasar loreng abu-abu dengan lukisan moncong atau cocor hiu berwarna merah.
Editor: Rony Sitanggang