Mencari potensi cuan di emiten ramah lingkungan
Selasa, 03 Oktober 2023
KBR, Jakarta - Di pasar modal, sektor energi selalu menarik dibahas. Emiten-emiten sektor ini menjadi incaran para pencari cuan. Celah profitnya didorong oleh fluktuasi harga komoditas energi. Misalnya, emiten-emiten minyak.
"Kita bisa memanfaatkan ketika harga minyaknya udah di bottom, kita bisa masuk ke emiten-emiten tersebut," kata independent investment manager, Bernad Mahardika Sandjojo.
Emiten minyak juga cocok bagi yang ingin swing trading. Namun, tidak menarik jika diterapkan ke emiten batubara, karena geraknya diprediksi flat bahkan hingga tahun depan.
"Jadi kita mainnya (batubara) cuma seasonal aja. Kita collect-nya di bulan-bulan 3-4, jual di bulan 11-12," saran Bernad.
Menurut Bernad, opportunity batubara bakal terbuka beberapa bulan lagi, seiring meningkatnya permintaan di negara yang mengalami musim dingin.
"Batubara (coal) 3-4 bulan ke depan, range harganya akan cukup stabil di US$160 sampai US$180 (per ton). Sehingga pelemahan yang ada sekarang, ini bisa dimanfaatkan untuk mengambil emiten-emiten coal dalam posisi pelemahan yang terbatas," ujar Bernad.
Di sisi lain, tren energi bersih juga mulai merasuki pasar modal. Pemeritah pun mendukung peralihan dari energi fosil ke energi ramah lingkungan.
Ada rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara, karena dinilai mencemari lingkungan.
Hal ini memunculkan peluang bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di energi baru terbarukan (EBT) untuk turut melantai di bursa.
Baca juga:
Bernad Mahardika Sandjojo, independent investment manager, menyebut jangan berharap dividen untuk emiten EBT, karena pendapatannya bakal lebih banyak digunakan untuk investasi (Foto: Dok pribadi)
Nah, sektor EBT ini makin hype karena bursa karbon resmi diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 26 September 2023. Namun, ternyata emiten-emiten EBT justru melempem di hari itu.
Bernad bilang, ini imbas sentimen dari luar, terutama Amerika Serikat. Di sana, terjadi fenomena turunnya pendanaan untuk proyek-proyek Environmental, Sustainability, and Governance (ESG). Sektor green energy, seperti EBT, ikut kena dampak.
"Ada kekhawatiran green energy dan EBT ini off season. Padahal, kalau di Indonesia, malah baru dimulai," ujar Bernad.
Karenanya, diperkirakan situasi sideways ini sifatnya temporer saja.
Bernad membandingkan situasi 'demam' saham EBT dengan era keriuhan terhadap saham bank digital dan saham teknologi. Namun, emiten EBT punya keunggulan, sehingga tetap menarik untuk dikoleksi.
"Beda dengan tren saham digital. Semua bank digital tuh belum jelas income-nya dari mana, masih menjual mimpi. Tapi, saham-saham EBT rata-rata sudah punya aset, income-nya juga nggak main-main," jelas dia.
Lantas, gimana nasib saham batubara dengan datangnya bursa karbon dan makin populernya emiten EBT? Saham kendaraan listrik seperti apa yang layak dibeli?
Temukan jawabannya di Uang Bicara episode Bedah Prospek Emiten Energi dan EBT bersama independent investment manager, Bernad Mahardika Sandjojo di KBR Prime, Spotify, Apple Podcast, dan platform mendengarkan podcast lainnya.