Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Eunike Sri Tyas Suci menilai kerentanan kondisi ekonomi yang dialami generasi sandwich berpotensi membuatnya terkena gangguan mental. Lantaran beban yang ditanggung lebih besar ketimbang kemampuannya.
"Kalau beban makin berat dan gak ada solusi. Memang berpotensi mengalami masalah kesehatan jiwa pasti ada. Paling sederhana stres, karena beban yang berlebih. Itu potensi stres yang luar biasa. Kalau sudah berusaha bekerja sana-sini, bisa burnout. Tapi income yang didapatkan tidak sebanding," ungkap Tyas.
Baca juga:
- Keuangan Terguncang, Gimana Metode Koping Stres Finansial?
- Ekonom: Dampak Tarif Trump Tak Bakal Seberat Krisis 1998 dan Covid-19
- Ibadah bagi Kesehatan Mental
Menurut Tyas, terkait masalah kesehatan mental generasi sandwich. Mereka membutuhkan kemampuan mengelola stres. Lantaran stres yang dibiarkan akan mengganggu kesehatan fisik.
"Stres terus menerus bisa mengakibatkan depresi. Simptomnya sederhana, misalnya tidak bisa tidur, mengalami gangguan makan. Makan terus, ngemil atau bahkan tidak berselera makan. Kemudian pemikiran-pemikiran tentang pemaknaan hidup. Karena dia sendiri tidak bisa menikmati hidup untuk dirinya sendiri," ujarnya.
Tyas mencontohkan, tak jarang generasi sandwich hanya menyisihkan waktu atau materi yang jumlahnya kecil untuk dinikmati dirinya sendiri. Karena mayoritas alokasi anggaran jatuh untuk keperluan keluarganya. Bisa untuk orang tua, adik atau anak.
"Otomatis perhatian terhadap kesejahteraan emosi sendiri atau kesehatan mental menjadi berkurang. Risiko besar sangat besar, ketika dia harus menanggung semua beban itu sendiri. Maka bisa collapse."
Temukan konten-konten kesehatan mental di kbrprime.id atau platform mendengar podcast kesayangan anda.