KBR68H, Jakarta - Keganjilan mewarnai persiapan Pemilukada Maluku. KPU Maluku menemukan hampir 300 nama anggota polisi serta TNI mendukung salah satu pasangan calon gubernur. Nama-nama anggota TNI dan Polri itu masuk dalam berkas dukungan pada pasangan calon William B Noya-Adam Latuconsina dan Melianus Waerisal-Abdul Karim Tuanaya. Keduanya merupakan pasangan dari jalur independen. Kita simak perbincangan KBR68H dengan aktivis Perludem Titi Anggarini seputar keterlibatan TNI dalam pilkada Maluku dalam program Sarapan Pagi.
Di Maluku KPU menemukan banyak sekali anggota TNI dan Polri yang masih aktif memberikan dukungan mereka terhadap dua pasangan calon. Secara aturan apakah ini memang dibenarkan?
Soal TNI dan Polri itu secara perundang-undangan memang mereka tidak dicabut hak pilihnya. Tapi kemudian dengan alasan netralitas, kemudian alasan stabilitas kalau mereka tetap menggunakan hak pilih maka diputuskan mereka untuk tidak menggunakan hak pilihnya didalam pilkada atau pemilu. Jadi ini adalah satu kebijakan yang diambil secara kelembagaan dalam konteks netralitas. Jadi kebijakan kelembagaan TNI dan Polri bahwa dikhawatirkan kalau mereka menggunakan hak pilih, maka parsialitas itu akan berpengaruh terhadap kinerja maupun kenetralan penyelenggara pilkada, akhirnya mereka tidak menggunakan hak pilih. Masalahnya TNI/Polri itu adalah sebuah lembaga yang khas, mereka dibekali kewenangan untuk melakukan penindakan hukum dan sebagainya. Ketidaknetralan di Maluku secara kelembagaan jelas bertentangan dengan kebijakan internal mereka. Kedua adalah ini akan melahirkan sekat-sekat di masyarakat, karena dari ketidaknetralan itu berpengaruh terhadap elemen masyarakat yang lain. Jadi pembagian-pembagian kelompok masyarakat sangat berpotensi untuk menjadi konflik dan ini yang mestinya bisa disikapi segera oleh pihak yang bertugas mensupervisi para TNI/Polri tersebut.
Netral ini dalam artian tidak boleh memberikan hak suara atau mendukung masih bisa?
Kalau netral itu pertama mereka tidak menggunakan hak pilihnya. Kedua tidak boleh menunjukkan keberpihakan, termasuk memberikan dukungan kepada calon independen. Karena kalau misalnya dia memilih saja dikhawatirkan tidak netral tidak boleh, maka dia mestinya untuk memberikan dukungan juga tidak boleh. Misalnya kalau kita mengurus DPT saja disisir mana yang masih TNI/Polri maka dikeluarkan dari DPT, berarti dia tidak gunakan hak pilihnya, itu salah satu bentuk netralitas. Kalau kemudian juga memberi dukungan kepada calon perorangan mestinya itu satu kebijakan yang sama.
Apakah kasus ini pernah anda temukan di daerah lain?
Sejauh ini memang ada beberapa. Tapi lebih karena ketidaktahuan, lebih kepada karena ketidakpahaman atau kemudian karena misalnya mengumpulkan dari anggota keluarga kemudian secara tidak sengaja terdata TNI/Polri yang masih aktif. Biasanya yang memutuskan tidak menggunakan hak pilih hanya yang TNI/Polri, tapi keluarga itu tidak dilarang.
Daerah lain ini dimana saja?
Variatif tapi ini tidak dalam konteks masif, hanya berupa temuan-temuan saja. Yang lebih banyak itu adalah mereka masuk terdata sebagai pemilih tapi tidak teridentifikasi sebagai TNI/Polri aktif, biasanya harus di-screening dan diberi catatan khusus bahwa dia harus dikeluarkan dari daftar karena TNI/Polri aktif.
TNI Tidak Boleh Menunjukkan Keberpihakan dalam Pilkada
KBR68H, Jakarta - Keganjilan mewarnai persiapan Pemilukada Maluku. KPU Maluku menemukan hampir 300 nama anggota polisi serta TNI mendukung salah satu pasangan calon gubernur

BERITA
Selasa, 05 Feb 2013 12:42 WIB


pilkada, maluku, TNI
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai